Berhenti Menyalahkan | Yohanes 9:1-7
Syalom, selamat pagi bapak, ibu, saudara-saudara yang terkasih.
Pagi ini kita kembali datang kepada Tuhan dengan segala pergumulan kita: ada yang lelah karena pekerjaan, ada yang khawatir tentang keluarga, ada juga yang sedang menanggung sakit atau masalah rumah tangga. Kita percaya Tuhan selalu punya firman yang menguatkan.
Saat ini kita merenungkan kisah orang buta sejak lahir. Jadi pada saat Yesus dan murid-muridNya sedang dalam perjalanan, mereka melihat seorang buta sejak lahir. Ketika melihat si buta tersebut, murid-murid spontan bertanya: “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” mereka bertanya hal ini, sebab pola pikir orang Yahudi pada saat itu menganggap bahwa penderitaan adalah akibat dari dosa, entah itu dosa pribadi atau dosa turunan (orangtua). Sayangnya Yesus tidak menjawab seperti yang murid-murid inginkan, Yesus bilang: “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi supaya pekerjaan Allah dinyatakan di dalam dia.” Dengan jawaban ini, Yesus menolak anggapan bahwa penderitaan adalah “kutuk atau dosa turunan.” Yesus mengubah fokus: bukan siapa yang salah, tetapi apa yang Allah mau kerjakan di tengah penderitaan dan pergumulan itu. Inilah yang bisa kita renungkan secara kritis:
Pertama, berhenti hidup dalam budaya menyalahkan. Murid-murid Yesus berpikir sederhana: kalau bukan dosa anak, pasti dosa orang tua. Tapi Yesus tegas menolak cara pikir itu. Ia menunjukkan bahwa tidak semua penderitaan datang karena kesalahan pribadi.
Saudara-saudara, budaya menyalahkan ini masih kuat sampai sekarang. Dalam keluarga, begitu ada masalah, kita cepat saling menyalahkan: “Karena kamu malas kerja, kita susah.” Atau, “Kalau kamu tidak keras kepala, anak kita tidak begitu.” Padahal saling menyalahkan tidak menyelesaikan apa-apa tapi justru menambah luka. Lebih dari itu, budaya menyalahkan membuat kita lupa mencari kehadiran Tuhan di tengah masalah. Kita jadi sibuk mencari siapa yang salah, bukan mencari apa yang Tuhan mau kerjakan lewat peristiwa ini. Firman ini menegur kita: berhentilah menjadikan penderitaan sebagai alat menghakimi. Mari belajar melihat bahwa di tengah masalah keluarga, Tuhan hadir bukan untuk menghukum, melainkan untuk menyatakan kuasa-Nya.
Kedua, mujizat datang lewat hal-hal sederhana. Yesus tidak pakai obat mahal atau cara rumit. Ia hanya pakai tanah yang diludahi lalu dioleskan ke mata orang buta. Bagi orang lain mungkin kelihatan aneh dan remeh, tapi justru dari yang sederhana itulah kuasa Allah dinyatakan.
Saudara-saudara, terkadang ketika kita bergumul berat dalam hidup kita, kita menunggu berkat/mujizat besar, kita lupa bahwa Tuhan pun bisa bekerja lewat hal-hal kecil yang sering kita abaikan. Kasih sayang sederhana dalam keluarga bisa jadi mujizat pemulih. Sepiring nasi yang dibagikan bisa jadi tanda kehadiran Allah. Doa sederhana di pagi buta, saat kita merasa lemah, bisa menggerakkan tangan Tuhan. Masalahnya, kita sering hanya percaya kalau mujizat itu besar, heboh, dan langsung jadi. Tapi Yesus menunjukkan: mujizat bisa lahir lewat tanah, air, kasih kecil, doa sederhana. Tuhan mau mengingatkan kita: jangan meremehkan yang kecil. Justru dari hal-hal sederhana, Allah sedang menumbuhkan kehidupan baru.
Ketiga, mujizat menuntut langkah iman kita. Coba Saudara perhatikan, ketika Yesus mengolesi tanah di mata orang buta tersebut, orang buta itu tidak langsung sembuh di tempat. Yesus suruh dia pergi ke kolam Siloam, padahal matanya masih buta. Bayangkan, betapa sulitnya berjalan tanpa bisa melihat. Tapi ia taat. Ia melangkah. Ia percaya. Dan di situlah mujizat terjadi.
Dalam hidup kita, kita sering ingin mujizat datang secepat kilat: utang langsung lunas, usaha langsung maju, keluarga langsung rukun. Tapi Yesus mengajarkan bahwa ada mujizat yang lahir bukan dari jalan pintas, melainkan dari kesediaan kita untuk melangkah dalam iman. Artinya, kalau kita mau dipulihkan dari masalah ekonomi, kita juga harus berani jujur dalam usaha. Kalau kita mau rumah tangga damai, kita pun harus mau mengalah, mau mengampuni. Kalau kita minta Tuhan buka jalan, kita pun harus mau melangkah di jalan itu. Kadang mujizat Tuhan datang tanpa kita berbuat apa-apa. Tapi sering juga Tuhan menanti kita berani melangkah dulu, baru tangan-Nya bekerja.
Jadi, Saudara, berhentilah saling menyalahkan, sebab penderitaan bukan hukuman tapi ruang bagi Allah berkarya. Jangan remehkan hal-hal kecil, karena lewat kasih dan doa sederhana pun mujizat bisa nyata. Dan ingat, mujizat sering lahir ketika kita berani melangkah dalam iman. Kiranya pagi ini Tuhan membuka mata hati kita, supaya kita tidak lagi sibuk mencari siapa yang salah, melainkan berani percaya bahwa Allah sanggup memulihkan hidup dan keluarga kita. Amin.
Komentar
Posting Komentar