Mazmur 27:1-14| Aku Rapuh, Maka Aku Percaya!
"Kerapuhan adalah ruang di mana kasih Tuhan bekerja lebih dalam dari yang kita bayangkan."
Hidup sering kali membawa kita pada dua sisi yang bertolak belakang. Ada saat-saat ketika kita begitu yakin bahwa Tuhan menyertai kita, tetapi ada juga saat-saat di mana kita merasa seakan-akan Tuhan jauh. Kita ingin beriman dengan teguh, tetapi di sisi lain kita pun mengalami ketakutan, kerapuhan, dan kebimbangan yang sulit dihindari. Dua sisi ini adalah sesuatu yang normal dalam perjalanan hidup beriman kita. Bahkan Daud pun merasakan serta mengalaminya.
Dua Sisi Kehidupan Daud.
Mazmur 27:1-14, kita melihat dua sisi kehidupan Daud. Pada sisi pertama dalam ayat 1-6, Daud begitu yakin menyebut Tuhan sebagai terang, keselamatan, dan benteng hidupnya. Tentu saja keyakinan ini lahir bukan dari hidup yang nyaman, tetapi dari kesadarannya akan kerapuhan bahwa ia lemah dan hanya Tuhan yang dapat melindunginya. Namun, di sisi lainnya dalam ayat 7-12, nada bicara Daud berubah. Ia berseru dengan kegelisahan, merasa seolah Tuhan jauh dan tersembunyi:
“Jangan menyembunyikan wajah-Mu daripadaku” (ayat 9).
Di satu sisi, ia percaya pada kemahakuasaan Tuhan, tetapi di sisi lain, ia merasa sendirian. Inilah perjalanan iman yang sesungguhnya, dinamis, tidak selalu stabil. Ada saat kita teguh, tetapi ada juga saat kita goyah.
Daud dan Ketakutannya.
Daud, seorang raja dan pejuang besar, juga mengalami ketakutan dan merasa Tuhan jauh. Pada awal mazmur, ia dengan penuh keyakinan menyatakan imannya, tetapi di bagian lain, ia justru berseru dengan kegelisahan. Namun, menariknya ia tidak menyembunyikan perasaannya di hadapan Tuhan. Ia mengakui kerapuhannya, tetapi tidak tenggelam di dalamnya. Sebaliknya, ia semakin mencari dan menantikan Tuhan (ayat 13-14). Bagian ini seakan mau berbicara kepada kita bahwa kerapuhan bukanlah tanda kegagalan iman, tetapi justru momen di mana kita semakin berserah kepada Tuhan.
Iman itu Dinamis, Tidak Statis.
Seperti Daud, kita juga mengalami pasang surut dalam iman. Ada saat kita begitu yakin Tuhan menyertai ketika keluarga harmonis, pasangan setia, anak-anak bertumbuh dalam iman, dan pekerjaan berjalan lancar. Namun, ada juga saat kita merasa Tuhan begitu jauh ketika kepercayaan dikhianati, keluarga terasa hampa, ekonomi sulit, atau posisi kita tergeser. Ini hal yang wajar dan bukan suatu masalah, karena masalahnya bukan terletak pada iman yang kadang naik-kadang turun tetapi pada bagaimana kita merespons saat iman kita goyah.
Daud tidak lari dari Tuhan, tetapi justru semakin mencari wajah-Nya. Mungkin saat ini iman kita sedang goyah. Mungkin ada air mata yang tak terlihat, pergumulan yang tak terucap. Tapi satu hal yang pasti: Tuhan tidak pernah benar-benar jauh. Ia ada, Ia peduli, dan Ia selalu menunggu kita datang kepada-Nya. Sebab di dalam Tuhan ada kekuatan untuk bertahan dan pengharapan untuk melangkah.
Rapuh Bukan Berarti Lemah, Tapi Menunjukkan bahwa Iman Kita Sedang Bertumbuh.
Sejak kanak-kanak sampai ketika kita dewasa, kita diajarkan bahwa menjadi kuat adalah satu-satunya pilihan. Laki-laki tidak boleh menangis, harus kuat dan tegar. Seorang ayah harus terlihat kuat demi keluarganya, seorang ibu harus bertahan meski lelah, dan anak-anak harus berprestasi agar membanggakan orang tua. Konsep harus menjadi kuat dan tidak boleh lemah ini pada akhirnya membawa kita pada pemahaman iman bahwa iman yang benar adalah iman yang selalu kokoh, tanpa keraguan dan ketakutan.
Namun, Mazmur 27 menunjukkan sesuatu yang berbeda. Daud, seorang raja dan pejuang besar, juga mengalami ketakutan dan kerapuhan. Tapi alih-alih menjauh dari Tuhan, justru di dalam kelemahannya ia semakin mendekat dan berserah.
"Iman bukanlah tentang selalu kuat, tetapi tentang tahu ke mana harus berpaling ketika kita merasa lemah."
Kerapuhan bukan tanda kegagalan, melainkan bukti bahwa Tuhan sedang membentuk kita, mengajarkan kita untuk bergantung sepenuhnya kepada-Nya. Maka, ketika kita merasa lemah, gagal dan tidak berdaya, jangan takut. Tuhan tidak meninggalkan kita. Justru dalam momen-momen itu, Ia sedang menggenggam kita erat dan membentuk kita menjadi lebih kuat di dalam Dia.
Gereja Harus Menjadi Rumah Bagi yang Rapuh.
Mazmur 27 menunjukkan bahwa Tuhan adalah tempat perlindungan bagi mereka yang rapuh, takut, dan bergumul. Jika Tuhan menerima orang-orang seperti Daud yang mengalami naik-turun dalam iman, maka gereja pun harus mencerminkan kasih dan penerimaan yang sama.
Di dalam gereja, ada orang-orang yang merasa sendirian, anak-anak yang kurang kasih sayang, keluarga yang berjuang dengan ekonomi sulit, suami atau istri yang merasa ditinggalkan, dan mereka yang sedang kehilangan harapan. Mereka tidak butuh penghakiman atau nasihat kosong, tetapi perhatian nyata, kepedulian, dan doa dari sesama jemaat. Tidak semua orang dalam gereja memiliki iman yang kuat. Ada yang ragu, ada yang merasa Tuhan jauh. Gereja harus menjadi tempat yang aman untuk mereka bertumbuh.
Kalau Daud saja berani datang kepada Tuhan dalam kerapuhannya, maka jemaat juga harus berani datang ke gereja tanpa takut ditolak atau dihakimi. Sebab, gereja bukan tempat untuk orang-orang sempurna, melainkan rumah bagi mereka yang mencari kekuatan dari Tuhan.
Mengikuti Yesus: Dari Kerapuhan Menuju Kemenangan.
Saat ini kita berada di Minggu Prapaskah kedua, masa di mana kita merenungkan perjalanan Yesus menuju salib. Dalam perjalanan itu, Yesus mengalami apa yang sering kita rasakan, ada saat Ia merasakan kedekatan dengan Bapa, tetapi ada juga saat di mana Ia berseru dengan pilu, "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?"
Prapaskah II mengingatkan kita bahwa dalam setiap pergumulan, Tuhan tidak diam. Saat kita merasa rapuh, itu bukan tanda bahwa Tuhan menjauh, tetapi justru Ia sedang membentuk dan menguatkan kita. Seperti Yesus yang tetap setia hingga akhir, marilah kita terus percaya dan berjalan bersama Tuhan, apapun kondisi hidup yang kita jalani.
Tuhan menolong dan menyertai.
Komentar
Posting Komentar