2 Tawarikh 20:1-20 | Mempercayakan Hidup Kepada Sang Pemilik Hidup
So often in life we think that because we have done things in a certain way, certain results should follow. But life is like the ocean. Sometimes we get caught in squalls and storms and things don’t go the way we think they should, even when we think we have done right. But God can find us in the eye of a storm and give us courage to swim in rough water.
(John H. Groberg, The Other Side of Heaven)
Apakah anda menyadari bahwa dalam bahasa Indonesia sekilas kata percaya dan mempercayakan sangatlah mirip, bahkan berasal dari akar kata yang sama yaitu percaya, namun dua kata tersebut memiliki substansi yang berbeda.
Dalam bahasa Inggris kita akan melihat perbedaan yang semakin jelas dari dua kata tersebut. Kata percaya dalam bahasa Inggris yaitu to believe. Lalu bagaimana dengan kata mempercayakan? Kata mempercayakan diterjemahkan sebagai to trust. Kalau dalam bahasa Indonesia kita harus mencerna dulu apa sih percaya itu atau mempercayakan itu, supaya bisa menemukan perbedaannya. Tapi dalam bahasa Inggris berbeda sama sekali. Lalu apa perbedaannya?
Sebagai contoh sederhana, anda pasti tahu bahwa Valentino Rossi adalah pembalap MotoGP yang pernah jaya di masanya. Untuk urusan mengemudikan motor, jangan ditanya lagi kemampuannya. Anda percaya bahwa dia adalah pembalap yang hebat. Nah! Jika anda sudah percaya bahwa Valentino Rossi adalah pembalap yang hebat seperti yang anda lihat di TV, kira-kira anda berani gak mempercayakan hidup anda kepada Valentino Rossi dengan cara anda boncengan sama dia?
Saya yakin untuk tawaran tersebut anda akan berpikir berkali-kali.
Respon pertama mengindikasikan bahwa tingkat percaya hanya sampai pada to believe. Percaya bahwa Valentino adalah pembalap yang hebat. Tetapi jika saat itu ada yang mengacungkan tangan tanda kesediaannya boncengan sama Valentino Rossi, berarti to believe dari orang tersebut sudah berubah ke tahapan to trust.
Yosafat dan kisah hidupnya.
Perbedaan dari dua kata ini sering kita alami dalam kehidupan kita ketika berhadapan dengan Tuhan. Banyak dari kita tingkat kepercayaannya hanya sampai di to believe untuk masuk pada tahapan to trust rasanya begitu sulit. Tapi hal yang berbeda kita temukan dalam bacaan kita di pagi ini mengenai raja Yosafat dan rakyatnya yaitu dalam 2 Tawarikh 20:1-20.
Sebelum masuk pada intinya saya mau ajak anda untuk mengenal siapa raja Yosafat.
Raja Yosafat adalah raja keempat dari kerajaan Yehuda. Jadi pada saat itu Israel dan Yehuda berbeda, Israel ada di Utara dan Yehuda ada di Selatan. Keduanya menjadi satu di bawah pemerintahan raja Daud dengan nama Kerajaan Israel Bersatu. Tetapi kemudian kerajaan ini terpecah belah lagi setelah kematian dari raja Salomo. Setelah terpecah menjadi dua, raja pertama yang memerintah atas kerajaan Yehuda adalah Rehabeam, kedua Abia, ketiga Asa dan yang keempat adalah Yosafat.
Sebagai raja di Yehuda, Yosafat dikenal sebagai raja yang takut akan Tuhan. Banyak hal-hal baik yang ia lakukan, seperti menghancurkan tempat-tempat ibadah untuk penyembahan berhala, mengajak rakyatnya untuk berbalik kepada Tuhan (agama raja agama rakyat) dan juga ia banyak melantik hakim-hakim untuk Yehuda. Intinya, ia adalah raja yang berkenan di hadapan Tuhan. Begitulah biografi singkat dari raja Yosafat.
Keputusan Mencari Tuhan.
Pada masa pemerintahan raja Yosafat, ada berita yang menggemparkan kerajaan Yehuda khususnya Yosafat yaitu kerajaan Yehuda akan diserang oleh Bani (keturunan) Moab dan Bani Amon. Jadi pada saat itu jika satu bangsa atau pun kerajaan ingin menguasai bangsa atau kerajaan yang lain maka bangsa tersebut harus melakukan penyerangan, peperangan dan penaklukan terhadap wilayah kerajaan tersebut. Hal itulah yang terjadi pada masa pemerintahan raja Yehuda. Berita yang datang begitu tiba-tiba dan benar-benar mengejutkan bahkan saya yakin kerajaan yang dipimpin oleh Yosafat sedang dalam situasi yang benar-benar tidak siap menanggapi berita tersebut. Hal ini terlihat dari ketakutan yang dialami oleh raja Yosafat, ia benar-benar takut karena yang dipertaruhkan bukan hanya dirinya sendiri tetapi juga wilayah kerajaan dan rakyatnya. (20:1-2)
Dalam ketakutannya, Yosafat justru mengambil langkah pertama dengan mengajak seluruh rakyatnya untuk mencari Tuhan. (20: 3-4)
Pengertian dari kata mencari ini yaitu berusaha untuk mendapatkan, menemukan dan memperoleh. Mencari Tuhan adalah sebuah pilihan. Sebenarnya kalau dipikir-pikir Yosafat bebas memilih siapa yang akan ia cari dan memohon pertolongan ketika berhadapan dengan permasalahan di depannya. Tapi langkah pertama yang ia ambil yaitu mencari Tuhan.
Yosafat sadar bahwa dalam situasi terjepit seperti itu, ia tidak bisa mengandalkan kekuatannya, hartanya, pasukan perangnya ataupun rakyatnya. Hanya Tuhan yang bisa diandalkan.
Ketika anda diperhadapkan dengan situasi yang sulit, siapa yang anda cari? Bukankah Tuhan adalah opsi yang kesekian?
Saya punya kekuatan.
Saya punya harta kekayaan.
Saya punya gelar.
saya punya jabatan.
Saya punya orang dalam.
Bukankah, hal-hal di atas dapat menjadi jaminan bahwa hidup kita akan baik-baik saja? Ya, tetapi sifatnya terbatas. Ketika hal-hal di atas tidak mampu menjadi tameng yang kuat untuk mengatasi situasi yang sulit, barulah cari Tuhan.
Mencari Tuhan melalui Doa.
Bingung, mencari Tuhan dengan cara apa? Yosafat mengajak rakyatnya untuk berdoa dan berseru kepada Tuhan. (20:5-12)
Dalam doa tersebut Yosafat dan seluruh rakyatnya meminta Tuhan berjuang bersama mereka. Doa itu sesuatu yang sederhana tapi sulit sekali untuk dilakukan. Pdt. Ebenhaizer Nuban Timo dalam buku Kita dan Doa-doa Kita, menulis:
Kaki yang kuat menghadapi badai dan taufan sepanjang hari adalah kaki yang sudah dilipat di permulaan hari untuk berdoa.
Ketika kita berdoa, kita mengundang Tuhan untuk menyertai kehidupan kita. Oleh sebab itu penting sekali membangun kehidupan doa kita dan keluarga kita.
Setia menantikan jawaban doa.
Yosafat dan rakyatnya tidak hanya berdoa dan selesai. Mereka tetap dengan setia menantikan jawaban doanya. Jika Tuhan belum menjawab, mereka akan terus meminta dan berseru kepada Tuhan sampai Tuhan menolong mereka. (20:13-20)
Jawaban doa mungkin tidak langsung terlihat ketika anda selesai berdoa.
Saya senang sekali jika berbicara tentang doa. Bagi saya ketika saya berdoa, Tuhan tidak mengubah keadaan saya tetapi Tuhan mengubah saya dalam melihat situasi dan kondisi di sekitar saya.
Yosafat dan rakyatnya pun demikian. Bukan situasi yang berubah, tetapi cara mereka melihat situasi yang berubah. Pasukan perang musuh yang dianggap begitu banyak dan menakutkan, tidak hilang. Justri yang hilang adalah ketakutan mereka dalam menghadapi musuh tersebut.
Mempercayakan hidup pada kedaulatan Allah.
Kita tidak pernah tahu perjalanan hidup kita. Ada kalanya kita bertemu dengan situasi yang menyenangkan.
Punya uang.
Punya pacar.
Punya keluarga.
Punya Pekerjaan.
Punya jaminan kesehatan.
(sepertinya) punya masa depan yang cerah.
Tapi bagaimana jika kita,
Tidak punya uang.
Jomblo.
Broken home.
Pengangguran.
Penyakitan.
Madesu (Masa Depan Suram)
Kehidupan, kematian, kemalangan dan keberuntungan tidak ada yang tahu. Oleh sebab itu seperti Yosafat, marilah kita mempercayakan hidup kita kepada kedaulatan Allah karena Dia yang memegang kendali atas hidup kita.
Jangan hanya sekadar percaya saja kepada Tuhan, tetapi beranilah untuk mempercayakan keluarga, pekerjaan, hidup dan masa depan kita kepada Dia yang dengan setia memelihara kita.
Selamat menjalani hari dengan terus mempercayakan hidup kepada Sang pemilik hidup. Kiranya Roh Kudus memampukan kita!
Komentar
Posting Komentar